Senin, 06 Oktober 2014

Analisis Satua

I KELESIH
Gede Udayana
11.1.2.2.1.235
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Jln Kresna. Gang III nomor 2B Singaraja
Ponsel : 085857101553
Email : gedeudayana29@yahoo.co.id
ABSTRAK
Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu berdiri dengan mekanisme antar hubungannya, disatu pihak antara hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, dilain pihak hubungan antara unsur-unsur dengan totalitasnya. Unsur intrinsik ini melihat karya sastra dari unsur formal yang membangunnya, seperti tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang dan gaya bahasa.  Dan unsur eksternal adalah unsur di luar karya sastra itu yang dapat membantu memahami dan menganalisisnya seperti latar belakang budaya, agama dan pendidikan penulis karya sastra tersebut. Hal ini karena dunia sastra adalah dunia imajinatif, hasil percampuran pengalaman, imajinasi, dan wawasan pengarang.
Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan dan  mencerminkan kehidupan manusia. Kehidupan manusia itu sendiri akan terus berkembang tanpa mengalami hambatan yang serius. Maka dengan perkembangan kehidupan manusia, diperlukan genre dan teori yang berbeda untuk memahami suatu karya sastra.
Strukturalisme dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman yang maksimal dan memiliki implikasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini bertujuan untuk memahami, mencermati dan memetik pesan-pesan moral yang terdapat dalam satua yang berjudul I Kelesih.
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
         Dalam masyarakat Bali banyak tersebar cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali sering disebut dengan Satua Bali. Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah satua-satua yang penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi dalam pandangan luas, satua Bali berasal dari karya-karya pengarang, baik yang berbahasa Bali maupun berbahasa Jawa Kuna. Satua-satua Bali baik yang masih berbentuk lisan maupun yang sudah dicetak, banyak ditemukan di masyarakat.
         Dalam era modern, satua-satua masih berfungsi dan dipercaya dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya dengan cerita rakyat, misalnya : tidak boleh keluar rumah pada sore hari (sandi kala), tidak boleh menduduki bantal, tidak boleh tidur menghadap selatan atau barat, dan masih banyak lagi contoh yang lain.
               Satua dalam kehidupan masyarakat digunakan sebagai sarana pendidikan. Selain untuk melestarikan warisan seni dan budaya, terdapat pesan- pesan moral yang diharapkan dapat menjadi pedoman masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan yang diajarkan di dalam satua tersebut.satua juga menjelaskan sikap yang baik dan buruk serta sebab akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang dilakukan.
               Dengan membaca satua diharapkan para siswa dapat memahami dam memetik amanat apa yang baik dan yang patut ditiru. Sebaliknya yang tidak baik bisa dijadikan acuan dalam bertingkah laku. Selaion itu diharapkan juga para siswa bisa lebih kreatif untuk sekedar mendapat referensi untuk nantri bisa membuat dan menciptakan karya sendiri. 
               Dari berbagai macam satua di Bali, yang menarik untuk diteliti adalah satua yang berjudul “Satua I Kelesih”. Satua tersebut dipilih karena isinya menarik karena menceritakan kehebatan dan kesaktian seekor anjing yang bernama I Blanguyang yang sangat ditakuti oleh binatang-binatang lainnya, namun dengan kecerdikannya I Klesih dapat membunuh I Blanguyang. Dari segi fungsi, satua ini sangat bermanfaat karena berfungsi sebagai cerita yang menghibur, merupakan alat pendidikan karena mengandung pesan yang sangat mendidik yaitu kecerdikan dan kepintaran dapat mengalahkan kejahatan, selain itu juga berfungsi   sebagai            pelipur lara. Berdasarkan hal tersebut, pada saat ini akan dianalisis satua yang berjudul “Satua I Kelesih”.          
1.2  Masalah
         Bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua I Kelesih sesuai dengan kajian strukturalisme.
1.3  Tujuan
         Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua I Kelesih sesuai dengan kajian strukturalisme.
1.4  Manfaat
1.4.1 Praktis
         Untuk memberi pengetahuan kepada pembaca tentang keterkaitan unsur-unsur satua I Kelesih dalam kajian strukturalisme. Sehingga pembaca lebih mudah untuk mengerti dan memahami isi dari sebuah karya sastra fiksi dalam satua I Kelesih.
1.4.2 Teoritis
         Karya ilmiah ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang kajian teori strukturalisme itu sendiri. Khususnya yang berkaitan dengan unsur-unsur satua Bali.
1.1  Teori
               Dalam menganalisis satua I Kelesih ini berlandaskan teori ciri-ciri cerita rakyat yang meliputi ciri-ciri mite, legenda, dan dongeng, serta menuliskan fungsi cerita rakyat.
               Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Adapun ciri-ciri mite yaitu sebagai berikut:
1)      Dianggap cerita yang benar-benar terjadi.
2)      Dianggap suci.
3)      Ditokohi oleh para dewa dan makhluk setengah dewa.
4)      Peristiwa terjadi di dunia lain atau bukam di dunia kita sekarang.
5)      Terjadi pada masa lampau.
               Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite,yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ciri-ciri legenda yaitu :
1)      Dianggap pernah benar-benar terjadi.
2)      Tidak dianggap suci.
3)      Ditokohi oleh manusia.
4)       Adakalanya manusia bersifat sakti dan luar biasa.
5)      Sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib.
6)      Tempatnya terjadi di dunia seperi yang kita kenal sekarang.
7)      Waktunya tidak terlalu lampau.
8)      Bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas didaerah-daerah yang berbeda.
9)      Merupakan sejarah kolektif (folk history).     
         Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Adapun ciri-ciri dongeng adalah sebagai berikut :
1)      Dianggap tidak benar-benar terjadi.  
2)      Tidak terikat oleh waktu dan tempat.
3)      Merupakan cerita pendek kesusastraan lisan.
4)      Tidak diketahui siapa pengarangnya.
5)      Biasanya mempunyai kalimat pembukaan dan penutup yang bersifat klise.
6)      Diceritakan dari mulut ke mulut.       
Cerita prosa rakyat memiliki fungsi sebagai berikut :
1)      Sebagai Hiburan.
2)      Sebagai alat pendidikan.
3)      Sebagai protes Sosial.
4)      Proyeksi keinginan masyarakat.
5)      Sebagai pelipur lara.  

1.2  Metode
               Dalam menganalisis satua ini, digunakan dua metode yaitu pertama adalah metode pustaka dengan mencari sumber-sumber pustaka. Sumber pustaka yang saya gunakan adalah “Satua-Satua Bali (XV)” karangan I Nengah Tingen. Yang kedua adalah metode wawancara yaitu dengan mencari informasi di masyarakat tentang Satua I Kelesih.
               Teknik yang digunakan dalam membuat analisis ini adalah observasi langsung dan membaca pustaka-pustaka terkait Satua I Kelesih tersebut. Teknik observasi langsung dilakukan dengan mendengarkan dan mencatat Satua I Kelesih dari masyarakat secara langsung serta mencatat hal-hal penting terkait satua tersebut. Teknik yang kedua adalah membaca satua tersebut pada buku kumpulan satua serta memahami isi yang terkandung di dalamnya.              

PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis
               Ada sebuah cerita di panegara sunantara yaitu ada seorang prabu yang mempunyai seekor anjing peliharaan yang bernama I Bkanguyang. Anjing  peliharaan itu mempunyai penciuman yang bagus, sehingga membuat semua hewan hamper punah. Sebab itulah semua para binatang yang ada di hutang melakukan rapat untuk membunuh I Blanguyang. Karena semua binatang yang ada di hutan tidak ada yang sanggup untuk membunuh I Blanguyang, maka hanya ada seekor hewan bernama I Kelesih yang bersedia untuk memunuh I Blanguyang.
               Suatu ketika I Kelesih sudah sampai di rumahnya Ida Sang Prabu yang tiada lain pemilik dari seekor anjing yang bernama I Blanguyang itu masuk ke dapur. Disitulah I Kelesih mengintip yang membuat I Blanguyang menjadi marah. I Blanguyang melompat tinggi menjadikan makanan Ida Sang Prabu tumpah hingga makanannya berserakan dan piringnya pecah. Ida Sang Prabu marah dan langsung mengambil pedang lalu ditebaslah I blanguyang hingga lehernya putus. Diceritakan Ida Sang Prabu sekarang sedih karena anjing peliharaannya mati.        Suatu hari I Kelesih datang ke rumahnya I Samong, karena I Kelesih sudah bisa membunuh I Blanguyang. Dan sekarang I Kelesih pantas menjadi ratu atau raja di hutan. Sebab itulah sampai sekarang kalau ada seorang yang digigit ular atau kalajengking maupun binatang berbisa lainnya obatnya adalah kuku yang dimiliki oleh kelesih untuk memunahkan racun yang ada pada diri manusia.

2.2  Analisis Sarana Cerita
2.2.1 Judul
   Judulnya adalah I Kelesih, sesuai dengan judulnya I Kelesih menjadi tokoh utama.
2.2.2 Sudut Pandang :
   Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person) dengan menggunakan nama I Kelesih. Sesuai dengan pembagian sudut pandang yang dikemukakan oleh Stanton (1964: 26-27), pengarang menggunakan sudut pandang third person (orang ke tiga) yaitu ia sebagai pencerita terbatas : pengarang mengacu semua tokoh dalam bentuk orang ke tiga (ia atau mereka), tetapi hanya menceritakan apa yang dilihat didengar dan dipikirkan oleh seorang tokoh.
2.2.2.1  Sudut Pandang orang pertama
Bahasa bali :
- “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang wake ratu dini di alase, kasungkemin ajak makejang.”
- “Nah yen keto ja raos ibane Kelesih yen tuara sida baan iba kai tusing bakal ngenkenan iba. Nah kema jani iba majalan.”
Bahasa Indonesia:
- “siapa yang bisa membunuh dia I Blanguyang, akan saya jadikan ratu di hutan ini”
- “nah. Kalau begitu katamu Kelesih kalau kamu tidak bisa, saya tidak akan melakukan apa-apa padamu. Nah, sekaang pergilah kamu”
2.2.2.2 Sudut Pandang orang kedua
Bahasa bali:
- Nah yen keto ja raos ibane Kelesih yen tuara sida baan iba kai tusing bakal ngenkenan iba. Nah kema jani iba majalan.”
Bahasa Indonesia:
- “nah. Kalau begitu katamu Kelesih kalau kamu tidak bisa, saya tidak akan melakukan apa-apa padamu. Nah, sekaang pergilah kamu
2.3      Analisis Fakta Cerita
2.3.1        Tokoh dan Penokohan
Ø  I Kelesih: berani, rela berkorban, memiliki sifat kepahlwanan.
Ø  I Samong : pemimpin atau raja binatng.
Ø  I Blanguyang : peliharaan dari ida sang prabu.
Ø  Ida Sang Prabu : cepat emosi, pemilik anjing yang bernama I Blanguyang
2.3.2        Alur (Plot)
            Alur dalam satua tersebut bersifat lurus (kronologis) dengan peristiwa berpusat pada tokoh I Kelesih dan I Blaguyang  dengan penahapan alurnya meliputi : Bagian awal yaitu eksposisi, bagian tengah yaitu konflik dan klimak dan pada bagian akhir yaitu denouement. Kronologis peristiwanya adalah sebagai berikut :
1.Yang menandai eksposisi yaitu :
- Bahasa bali :
      Ada kone tuturan satua di panegara Sunantara ada kone sang prabu kalintang kasub wibuhing bala jagate. Ida madue asu asiki kawastanin I Blanguyang. Asune ento melah pesan gobene tur andel kaanggen nyarengin ritatkala maboros. Apa kranane Ida sang prabu andel ring asune ento, tusing ja ada len sawireh asune ento ngelah kotaman yening ia ngongkong kipek kaja grubug sekancan burone kaja, yening ia ngongkong kipek kauh grubug sekancan burone kauh, keto masi kipek ane lenan.
      Ento makrana aluh antuk Ida ngejuk buron ane suba kasakitin (grubug). Sawireh sesai buka aketo dadi sangkep lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja ada len mula ia I Samong rajan burone.
- Bahasa Indonesia:
      Ada seorang prabu yang gemar berburu, yang mempunyai seekor anjing yang bernama I blanguyang. Dimana prabu itu selalu mengajak anjingnya berburu karena anjingnya mempunyai kelebihan apabila dia menggonggong menghadap ke utara matilah semua binatang di utara, apabila dia menggonggong ke arah barat matilah semua binatang di barat, begitu juga menggonggong ke arah lainnya.
2.Yang menandai munculnya konflik yaitu :
- Bahasa bali :
      Jani kacrita suba makelo burone sangkep masi tusing nyidang pragat, sawireh tusing ada bani bakal ngematiang I Blanguyang. Ento makrana rajan burone I Samong mesuang sewamara. Kene pasewamarane ento, “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang wake ratu dini di alase, kasungkemin ajak makejang.”        
- bahasa Indonesia            :
      Diceritakan semua binatang rapat untuk membunuh I Blanguyang, tetapi tidak juga bisa membunuh I Blanguyang. Karena itu, raja binatang I Samong mengadakan sayambara. “siapa yang bisa membunuh dia I Blanguyang, akan saya jadikan ratu di hutan ini”
3.Yang menandai tahap klimaks yaitu:
Bahasa bali :
      Kacrita suba liwat sandikala Ida Sang Prabu jagi ngerayunang kairing antuk asune I Blanguyang. Ri sedek Ida ngrayunang, tumuli I Kelesih dengak-dengok uli di selagan raab nebe, ento makrana I Blangyang kecas-kecos. Tuara Ida nyingakin napi-napi, suba jani keto malih Ida ngrayunang. Buin kejepne buin I Kelesih dengak-dengok ane ngeranayang nyangetang gedegne I Blanguyang, nglaut ia makecog tegeh bakat tregaha rayunan Ida Sang Prabu kanti piring muah rayunane makacakan. Duka Ida Sang Prabu raris ngambil klewang lan sepega ia I Blanguyang pegat baongne lantas mati.       
- Bahasa Indonesia :
      Suatu ketika ida sang prabu makan, I blanguyang melompat-lompat untuk melihat sesuatu. Karna terlalu tinggi I Blanguyang melompat, akhirnya jatuh dan menimpa makanan ida. Saat itulah ida marah dan langsung mengambil pedang lalu menbas leher I Blanguyang.
4.Tahap deneouement ditandai dengan peristiwa
Bahasa bali :
      Disubane I Blanguyang mati wau Ida Sang Prabu eling ring raga kangen tekening I Blanguyang mati. Raris Ida makayun-kayun tur macingakan majeng menek. Wenten kaasi I Kelesih di selagan nebe. Ngenggalang lantas I Kelesih malaib nuju sig I Samonge. Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida Sang Prabu, sawireh asune padem.
      Gelisan satua, nangkil ia I Kelesih teken I Samong, sawireh I Kelesih suba nyidaang ngematiang I Blanguyang jani pantes adegang ratu dini.
- Bahasa Indonesia :
      Sesudah I Blanguyang mati  Ida sang prabu ingat akan dirinya yang telah membunuh I Blanguyang. Lalu Ida bingung tidak jelas melihat keatas kebawah dan dilihatnya I Kelesih. I Kelesih langsung lari ke rumahnya I Samong. I Kelesih pun menjadi ratu.
2.3.3 Latar
        Ø  Latar tempat
- di tengah hutan
- di rumah ida sang prabu
- di dapur
        Ø  Latar waktu
     - di malam hari
        Ø  Latar Sosial
     - adanya rapat dalam hutan
2.3.4        Analisis Tema
Setelah di baca dan dipahami tema satua ini menceritakan tentang perjuangan seekor binatang yang bernama I Kelesih untuk membunuh anjing pemburu yang bernama I Blanguyang demi melindungi kehidupan para binatang yang ada di hutan. Karena didalam ceritaa ini mengisahkan kehidupan para binatang yang selalu diburu dan di bunuh oleh anjing yang bernama I Blanguyang bersama majikannya Ida Sang Prabu (kehidupan Binatang)
2.3.5    Analisis Amanat
                                      ·       Nilai yang terkandung dalam kutipan satua di atas adalah nilai sosial yaitu menyelesaikan masalah dengan musyawarah dan kebersamaan. Pada kalimat : “Sawireh sesai buka aketo dadi sangkep lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja ada len mula ia I Samong rajan burone” Artinya, karena sering seperti itu, maka rapatlah kemudian semua binatang, sebagai pemimpin rapat itu tidaklah ada lain memang dia I Samong rajanya binatang.
                                      ·        mengandung nilai kepahlawanan karena walaupun kekuatannya kalah, namun ia tetap berani melawan musuh dengan kecerdikannya.
Pada kalimat : “Kacrita ada kone Kelesih intil-intil tur matur teken I Samong, “ Ratu Sang Prabu tititang misadia ngamiletin sewamarane punika, sakewanten sida tan sida antuk titiang taler druweyang.” Artinya, diceritakan ada teringgiling melangkah dan berkata kepada I Samong, “ Ratu Sang Prabu, saya bersedia mengikuti sayembara itu, akan tetapi apabila saya tidak bisa maafkan juga”.
                                      ·       mengandung nilai pendidikan karena menceritakan suatu penyesalan akan datang setelah kejadian buruk menimpa seseorang. Oleh karena itu, maka berpikirlah dengan matang sebelum melakukan sesuatu.
Pada kalimat: “Disubane I Blanguyang mati wau Ida Sang Prabu eling ring raga kangen tekening I Blanguyang mati. Raris Ida makayun-kayun tur macingakan majeng menek. Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida Sang Prabu, sawireh asune padem.” Artinya, setelah I Blanguyang mati barulah Ida Sang Prabu sadar diri ingat kepada I Blanguyang mati. Lalu Ida ingin melihat ke atas Seperginya dia I Kelesih diceritakan sekarang sedih hati Ida Sang Prabu karena anjingnya mati”
                                      ·       Mengandung nilai moral, karena sebagai seorang raja hutan I Samong rela melepaskan jabatannya sebagai raja karena sudah berjanji kepada I Kelesih apabila ia bisa membunuh I Blanguyang. I Samong setia pada janjinya.
Pada kalimat : “Gelisan satua, nangkil ia I Kelesih teken I Samong, sawireh I Kelesih suba nyidaang ngematiang I Blanguyang jani pantes adegang ratu dini.” Artinya, singkat cerita, menghadap dia I Kelesih kepada I Samong, karena I Kelesih sudah bias membunuh I Blanguyang sekarang pantas dijadikan ratu disini.
                                      ·       mengandung nilai pendidikan, karena menjelaskan mengenai cara mengobati orang yang tergigit binatang berbisa.
Pada kalimat : “Ento makrana kayang jani yen ada anak gutgut lelipi wiadin gencer tledu wiadin burone ane maupas raris kukun kelesih punika kanggen pangarad munahang upase ane masuk ka dewek manusane.” Itulah sebabnya sampai sekarang kalau ada orang digigit ular atau kalajengking ataupun binatang yang berbisa maka kuku trenggiling digunakan penawar menghilangkan bisa yang masuk ke dalam tubuh manusia.
2.4      Analisis Relasi Antar unsur
Keterkaitan unsur dalam satua tersebut adalah
Tokoh utama:
I Kelesih
I Blanguyang
Ida Sang Prabu
I Samong
Ib
Cara bercerita:
Orang Ketiga
Suasana: Formal dan Datar
Alur
Amanat:
Dalam kehidupan ini, kita harus menghargai dan menjaga kehidupan makhluk hidup (binantang) di dunia ini.
Tema : kehidupan binatang
Judul:
I Kelesih
Alur : Kronologis
Penokohan:
I Kelesih :pemberani
I Blanguyang : penurut dan pembunuh
Ida Sang Prabu : cepat Marah
I Samong : Bijaksana
 

      
Eksposisi:
Prabu yang mengajak anjingnyaI Blanguyang berburu
Konflik:
I Samong mengadakan sayembara untuk membunuh I Blanguyang
Klimaks:
I Blanguyang menimpa makanan ida, dan Ida langsung membunuh I Blanguyang
Ø  Ibu tiri Luh Sari kembali memukul dn menyiksa Luh Sari
Ø  Luh sari pergi dari rumah
Deneouement:
Ida prabu bingung, dan melihat I Kelesih Langsung lari
 

      
Latar tempat:
Di tengah hutan, di rumah, dan didapur, dioatas pohon.
Latar social
adanya rapat dalam hutan
Latar waktu
Malam Hari
 

Judul
3.1  Kesimpulan
Dari kaitan unsur-unsur prosa fiksi dalam kajian strukturalisme yang berupa satua I Kelesih dalam analisis sarana dan analisis tema cerita.  dalam analisis sarana dapat ditemukan judulnya yaitu I Kelesih, sudut pandang menggunakan kata orang ketiga, memakai alur maju, latarnya di rumah ida sang prabu, pada malam hari, dengan suasana yang gelap. Dan dalam analisis tema cerita dapat diangkat tentang kehidupan para binatang yang resah karena adanya pemburu serta terdapatnya amanat yang berisikan nilai-nilai, dan norma-norma kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja. James. 1984. Folklore Indonesia ilmu gossip dan lain-lain. PT Grapiti  Pers. Jakarta
Tingen. I Nengah. 2003. Satua-Satua Bali (XV). Toko Buku Indra Jaya. Singaraja
http://wahyoesquares.blogspot.com/2011/05/analisis-satua-bali.html

LAMPIRAN SATUA
I KELESIH
Ada kone tuturan satua di panegara Sunantara ada kone sang prabu kalintang kasub wibuhing bala jagate. Ida madue asu asiki kawastanin I Blanguyang. Asune ento melah pesan gobene tur andel kaanggen nyarengin ritatkala maboros. Apa kranane Ida sang prabu andel ring asune ento, tusing ja ada len sawireh asune ento ngelah kotaman yening ia ngongkong kipek kaja grubug sekancan burone kaja, yening ia ngongkong kipek kauh grubug sekancan burone kauh, keto masi kipek ane lenan.
Ento makrana aluh antuk Ida ngejuk buron ane suba kasakitin (grubug). Sawireh sesai buka aketo dadi sangkep lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja ada len mula ia I Samong rajan burone. Jani kacritan suba makelo burone sangkep masi tusing nyidang pragat, sawireh tusing ada bani bakal ngematiang I Blanguyang. Ento makrana rajan burone I Samong mesuang sewamara. Kene pasewamarane ento, “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang wake ratu dini di alase, kasungkemin ajak makejang.”
Sawatek burone makejang tusing ada bani ngisinin buka pamunyin sewarane ento. Kacrita ada kone Kelesih intil-intil tur matur teken I Samong, “ Ratu Sang Prabu tititang misadia ngamiletin sewamarane punika, sakewanten sida tan sida antuk titian taler druweyang.
Masaut I Samong, “Nah yen keto ja raos ibane Kelesih yen tuara sida baan iba kai tusing bakal ngenkenan iba. Nah kema jani iba majalan.” 
Gelisang satua teked I Kelesih sig purin Ida Sang Prabu sane nruweyang asu Blanguyang ento tur ngojog ka pawaregan. Ditu ia I Kelesih di nebe nyangkrut. Kacrita suba liwat sandikala Ida Sang Prabu jagi ngerayunang kairing antuk asune I Blanguyang. Ri sedek Ida ngrayunang, tumuli I Kelesih dengak-dengok uli di selagan raab nebe, ento makrana I Blangyang kecas-kecos. Tuara Ida nyingakin napi-napi, suba jani keto malih Ida ngrayunang. Buin kejepne buin I Kelesih dengak-dengok ane ngeranayang nyangetang gedegne I Blanguyang, nglaut ia makecog tegeh bakat tregaha rayunan Ida Sang Prabu kanti piring muah rayunane makacakan. Duka Ida Sang Prabu raris ngambil klewang lan sepega ia I Blanguyang pegat baongne lantas mati.
Disubane I Blanguyang mati wau Ida Sang Prabu eling ring raga kangen tekening I Blanguyang mati. Raris Ida makayun-kayun tur macingakan majeng menek. Wenten kaasi I Kelesih di selagan nebe. Ngenggalang lantas I Kelesih malaib nuju sig I Samonge. Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida Sang Prabu, sawireh asune padem.
Gelisan satua, nangkil ia I Kelesih teken I Samong, sawireh I Kelesih suba nyidaang ngematiang I Blanguyang jani pantes adegang ratu dini.Ento makrana kayang jani yen ada anak gutgut lelipi wiadin gencer tledu wiadin burone ane maupas raris kukun kelesih punika kanggen pangarad munahang upase ane masuk ka dewek manusane.       
Teka goak nyokcok kuud, satua bawak suba suud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar