I KELESIH
Gede Udayana
11.1.2.2.1.235
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Jln Kresna. Gang III nomor 2B Singaraja
Ponsel : 085857101553
Email : gedeudayana29@yahoo.co.id
ABSTRAK
Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu
berdiri dengan mekanisme antar hubungannya, disatu pihak antara hubungan unsur
yang satu dengan unsur yang lainnya, dilain pihak hubungan antara unsur-unsur
dengan totalitasnya. Unsur intrinsik ini melihat karya sastra dari unsur formal
yang membangunnya, seperti tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting,
penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang dan gaya bahasa. Dan unsur eksternal adalah unsur di luar
karya sastra itu yang dapat membantu memahami dan menganalisisnya seperti latar
belakang budaya, agama dan pendidikan penulis karya sastra tersebut. Hal ini
karena dunia sastra adalah dunia imajinatif, hasil percampuran pengalaman,
imajinasi, dan wawasan pengarang.
Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan dan mencerminkan
kehidupan manusia. Kehidupan manusia itu sendiri akan terus berkembang tanpa
mengalami hambatan yang serius. Maka dengan perkembangan kehidupan manusia,
diperlukan genre dan teori yang berbeda untuk memahami suatu karya sastra.
Strukturalisme dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil
membawa manusia pada pemahaman yang maksimal dan memiliki implikasi yang lebih
luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya.
Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini bertujuan untuk memahami, mencermati dan memetik
pesan-pesan moral yang terdapat dalam satua yang berjudul I Kelesih.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam masyarakat Bali banyak
tersebar cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali sering disebut dengan
Satua Bali. Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah satua-satua yang
penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi
dalam pandangan luas, satua Bali berasal dari karya-karya pengarang, baik yang
berbahasa Bali maupun berbahasa Jawa Kuna. Satua-satua Bali baik yang masih
berbentuk lisan maupun yang sudah dicetak, banyak ditemukan di masyarakat.
Dalam era modern,
satua-satua masih berfungsi dan dipercaya dalam masyarakat. Dalam kehidupan
sehari-hari sering dijumpai peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya dengan
cerita rakyat, misalnya : tidak boleh keluar rumah pada sore hari (sandi kala),
tidak boleh menduduki bantal, tidak boleh tidur menghadap selatan atau barat,
dan masih banyak lagi contoh yang lain.
Satua
dalam kehidupan masyarakat digunakan sebagai sarana pendidikan. Selain untuk
melestarikan warisan seni dan budaya, terdapat pesan- pesan moral yang
diharapkan dapat menjadi pedoman masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku
sesuai dengan yang diajarkan di dalam satua tersebut.satua juga menjelaskan
sikap yang baik dan buruk serta sebab akibat yang ditimbulkan dari tindakan
yang dilakukan.
Dengan
membaca satua diharapkan para siswa dapat memahami dam memetik amanat apa yang
baik dan yang patut ditiru. Sebaliknya yang tidak baik bisa dijadikan acuan
dalam bertingkah laku. Selaion itu diharapkan juga para siswa bisa lebih
kreatif untuk sekedar mendapat referensi untuk nantri bisa membuat dan menciptakan
karya sendiri.
Dari berbagai macam satua di
Bali, yang menarik untuk diteliti adalah satua yang berjudul “Satua I Kelesih”.
Satua tersebut dipilih karena isinya menarik karena menceritakan kehebatan dan
kesaktian seekor anjing yang bernama I Blanguyang yang sangat ditakuti oleh
binatang-binatang lainnya, namun dengan kecerdikannya I Klesih dapat membunuh I
Blanguyang. Dari segi fungsi, satua ini sangat bermanfaat karena berfungsi
sebagai cerita yang menghibur, merupakan alat pendidikan karena mengandung
pesan yang sangat mendidik yaitu kecerdikan dan kepintaran dapat mengalahkan
kejahatan, selain itu juga berfungsi sebagai pelipur lara. Berdasarkan hal
tersebut, pada saat ini akan dianalisis satua yang berjudul “Satua I Kelesih”.
1.2
Masalah
Bagaimana
keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua I Kelesih sesuai dengan
kajian strukturalisme.
1.3
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua I
Kelesih sesuai dengan kajian strukturalisme.
1.4
Manfaat
1.4.1 Praktis
Untuk
memberi pengetahuan kepada pembaca tentang keterkaitan unsur-unsur satua I
Kelesih dalam kajian strukturalisme. Sehingga pembaca lebih mudah untuk
mengerti dan memahami isi dari sebuah karya sastra fiksi dalam satua I Kelesih.
1.4.2 Teoritis
Karya
ilmiah ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang kajian
teori strukturalisme itu sendiri. Khususnya yang berkaitan dengan unsur-unsur
satua Bali.
1.1
Teori
Dalam menganalisis satua I
Kelesih ini berlandaskan teori ciri-ciri cerita rakyat yang meliputi ciri-ciri
mite, legenda, dan dongeng, serta menuliskan fungsi cerita rakyat.
Mite adalah cerita prosa rakyat
yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita.
Adapun ciri-ciri mite yaitu sebagai berikut:
1)
Dianggap cerita yang
benar-benar terjadi.
2)
Dianggap suci.
3)
Ditokohi oleh para
dewa dan makhluk setengah dewa.
4)
Peristiwa terjadi di
dunia lain atau bukam di dunia kita sekarang.
5)
Terjadi pada masa
lampau.
Legenda adalah cerita prosa
rakyat yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite,yaitu dianggap pernah
benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ciri-ciri legenda yaitu :
1)
Dianggap pernah
benar-benar terjadi.
2)
Tidak dianggap suci.
3)
Ditokohi oleh manusia.
4)
Adakalanya manusia bersifat sakti dan luar
biasa.
5)
Sering kali dibantu
oleh makhluk-makhluk ajaib.
6)
Tempatnya terjadi di
dunia seperi yang kita kenal sekarang.
7)
Waktunya tidak terlalu
lampau.
8)
Bersifat migratoris,
yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas didaerah-daerah yang
berbeda.
9)
Merupakan sejarah kolektif
(folk history).
Dongeng adalah cerita prosa
rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan
dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Adapun ciri-ciri dongeng adalah
sebagai berikut :
1)
Dianggap tidak benar-benar
terjadi.
2)
Tidak terikat oleh
waktu dan tempat.
3)
Merupakan cerita
pendek kesusastraan lisan.
4)
Tidak diketahui siapa
pengarangnya.
5)
Biasanya mempunyai
kalimat pembukaan dan penutup yang bersifat klise.
6)
Diceritakan dari mulut
ke mulut.
Cerita prosa rakyat memiliki fungsi sebagai berikut :
Cerita prosa rakyat memiliki fungsi sebagai berikut :
1)
Sebagai Hiburan.
2)
Sebagai alat
pendidikan.
3)
Sebagai protes Sosial.
4)
Proyeksi keinginan
masyarakat.
5)
Sebagai pelipur lara.
1.2 Metode
Dalam menganalisis satua ini,
digunakan dua metode yaitu pertama adalah metode pustaka dengan mencari
sumber-sumber pustaka. Sumber pustaka yang saya gunakan adalah “Satua-Satua
Bali (XV)” karangan I Nengah Tingen. Yang kedua adalah metode wawancara yaitu
dengan mencari informasi di masyarakat tentang Satua I Kelesih.
Teknik yang digunakan dalam
membuat analisis ini adalah observasi langsung dan membaca pustaka-pustaka
terkait Satua I Kelesih tersebut. Teknik observasi langsung dilakukan dengan
mendengarkan dan mencatat Satua I Kelesih dari masyarakat secara langsung serta
mencatat hal-hal penting terkait satua tersebut. Teknik yang kedua adalah
membaca satua tersebut pada buku kumpulan satua serta memahami isi yang
terkandung di dalamnya.
PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis
Ada sebuah cerita di panegara
sunantara yaitu ada seorang prabu yang mempunyai seekor anjing peliharaan yang
bernama I Bkanguyang. Anjing peliharaan
itu mempunyai penciuman yang bagus, sehingga membuat semua hewan hamper punah. Sebab
itulah semua para binatang yang ada di hutang melakukan rapat untuk membunuh I
Blanguyang. Karena semua binatang yang ada di hutan tidak ada yang sanggup
untuk membunuh I Blanguyang, maka hanya ada seekor hewan bernama I Kelesih yang
bersedia untuk memunuh I Blanguyang.
Suatu ketika I Kelesih sudah
sampai di rumahnya Ida Sang Prabu yang tiada lain pemilik dari seekor anjing
yang bernama I Blanguyang itu masuk ke dapur. Disitulah I Kelesih mengintip
yang membuat I Blanguyang menjadi marah. I Blanguyang melompat tinggi menjadikan
makanan Ida Sang Prabu tumpah hingga makanannya berserakan dan piringnya pecah.
Ida Sang Prabu marah dan langsung mengambil pedang lalu ditebaslah I blanguyang
hingga lehernya putus. Diceritakan Ida Sang Prabu sekarang sedih karena anjing
peliharaannya mati. Suatu
hari I Kelesih datang ke rumahnya I Samong, karena I Kelesih sudah bisa
membunuh I Blanguyang. Dan sekarang I Kelesih pantas menjadi ratu atau raja di
hutan. Sebab itulah sampai sekarang kalau ada seorang yang digigit ular atau
kalajengking maupun binatang berbisa lainnya obatnya adalah kuku yang dimiliki
oleh kelesih untuk memunahkan racun yang ada pada diri manusia.
2.2 Analisis Sarana Cerita
2.2.1 Judul
Judulnya
adalah I Kelesih, sesuai dengan judulnya I Kelesih menjadi tokoh utama.
2.2.2 Sudut Pandang :
Pengarang menggunakan sudut pandang orang
ketiga (third person) dengan menggunakan nama I Kelesih. Sesuai dengan
pembagian sudut pandang yang dikemukakan oleh Stanton (1964: 26-27), pengarang
menggunakan sudut pandang third person (orang ke tiga) yaitu ia sebagai
pencerita terbatas : pengarang mengacu semua tokoh dalam bentuk orang ke tiga
(ia atau mereka), tetapi hanya menceritakan apa yang dilihat didengar dan
dipikirkan oleh seorang tokoh.
2.2.2.1
Sudut Pandang orang pertama
Bahasa bali :
- “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang wake ratu dini di alase,
kasungkemin ajak makejang.”
- “Nah yen keto ja raos ibane Kelesih yen tuara sida baan iba kai tusing bakal ngenkenan iba. Nah
kema jani iba majalan.”
Bahasa Indonesia:
- “siapa yang bisa
membunuh dia I Blanguyang, akan saya
jadikan ratu di hutan ini”
- “nah. Kalau begitu
katamu Kelesih kalau kamu tidak bisa, saya
tidak akan melakukan apa-apa padamu. Nah, sekaang pergilah kamu”
2.2.2.2 Sudut Pandang orang kedua
Bahasa bali:
- Nah yen keto ja raos ibane Kelesih yen
tuara sida baan iba kai
tusing bakal ngenkenan iba. Nah kema jani iba
majalan.”
Bahasa Indonesia:
- “nah. Kalau begitu
katamu Kelesih kalau kamu
tidak bisa, saya tidak akan melakukan apa-apa padamu. Nah, sekaang pergilah kamu”
2.3
Analisis Fakta Cerita
2.3.1
Tokoh dan Penokohan
Ø I Kelesih: berani, rela berkorban,
memiliki sifat kepahlwanan.
Ø I Samong : pemimpin atau raja binatng.
Ø I Blanguyang : peliharaan dari ida sang
prabu.
Ø Ida Sang Prabu : cepat emosi, pemilik
anjing yang bernama I Blanguyang
2.3.2
Alur (Plot)
Alur dalam satua tersebut bersifat
lurus (kronologis) dengan peristiwa berpusat pada tokoh I Kelesih dan I
Blaguyang dengan penahapan alurnya
meliputi : Bagian awal yaitu eksposisi, bagian tengah yaitu konflik dan klimak
dan pada bagian akhir yaitu denouement. Kronologis peristiwanya adalah sebagai
berikut :
1.Yang menandai eksposisi yaitu :
- Bahasa bali :
Ada kone tuturan satua di panegara Sunantara ada kone sang prabu kalintang
kasub wibuhing bala jagate. Ida madue asu asiki kawastanin I Blanguyang. Asune
ento melah pesan gobene tur andel kaanggen nyarengin ritatkala maboros. Apa
kranane Ida sang prabu andel ring asune ento, tusing ja ada len sawireh asune
ento ngelah kotaman yening ia ngongkong kipek kaja grubug sekancan burone kaja,
yening ia ngongkong kipek kauh grubug sekancan burone kauh, keto masi kipek ane
lenan.
Ento makrana aluh antuk Ida
ngejuk buron ane suba kasakitin (grubug). Sawireh sesai buka aketo dadi sangkep
lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja ada len mula
ia I Samong rajan burone.
- Bahasa Indonesia:
Ada seorang prabu yang gemar
berburu, yang mempunyai seekor anjing yang bernama I blanguyang. Dimana prabu
itu selalu mengajak anjingnya berburu karena anjingnya mempunyai kelebihan
apabila dia menggonggong menghadap ke utara matilah semua binatang di utara,
apabila dia menggonggong ke arah barat matilah semua binatang di barat, begitu
juga menggonggong ke arah lainnya.
2.Yang menandai munculnya konflik yaitu :
- Bahasa bali :
Jani kacrita suba makelo burone
sangkep masi tusing nyidang pragat, sawireh tusing ada bani bakal ngematiang I
Blanguyang. Ento makrana rajan burone I Samong mesuang sewamara. Kene
pasewamarane ento, “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang
wake ratu dini di alase, kasungkemin ajak makejang.”
- bahasa Indonesia :
Diceritakan semua binatang
rapat untuk membunuh I Blanguyang, tetapi tidak juga bisa membunuh I
Blanguyang. Karena itu, raja binatang I Samong mengadakan sayambara. “siapa
yang bisa membunuh dia I Blanguyang, akan saya jadikan ratu di hutan ini”
3.Yang menandai tahap klimaks yaitu:
Bahasa bali :
Kacrita suba liwat sandikala
Ida Sang Prabu jagi ngerayunang kairing antuk asune I Blanguyang. Ri sedek Ida
ngrayunang, tumuli I Kelesih dengak-dengok uli di selagan raab nebe, ento
makrana I Blangyang kecas-kecos. Tuara Ida nyingakin napi-napi, suba jani keto
malih Ida ngrayunang. Buin kejepne buin I Kelesih dengak-dengok ane ngeranayang
nyangetang gedegne I Blanguyang, nglaut ia makecog tegeh bakat tregaha rayunan
Ida Sang Prabu kanti piring muah rayunane makacakan. Duka Ida Sang Prabu raris
ngambil klewang lan sepega ia I Blanguyang pegat baongne lantas mati.
- Bahasa Indonesia :
- Bahasa Indonesia :
Suatu ketika ida sang prabu
makan, I blanguyang melompat-lompat untuk melihat sesuatu. Karna terlalu tinggi
I Blanguyang melompat, akhirnya jatuh dan menimpa makanan ida. Saat itulah ida
marah dan langsung mengambil pedang lalu menbas leher I Blanguyang.
4.Tahap deneouement ditandai dengan
peristiwa
Bahasa bali :
Disubane
I Blanguyang mati wau Ida Sang Prabu eling ring raga kangen tekening I
Blanguyang mati. Raris Ida makayun-kayun tur macingakan majeng menek. Wenten
kaasi I Kelesih di selagan nebe. Ngenggalang lantas I Kelesih malaib nuju sig I
Samonge. Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida Sang
Prabu, sawireh asune padem.
Gelisan
satua, nangkil ia I Kelesih teken I Samong, sawireh I Kelesih suba nyidaang
ngematiang I Blanguyang jani pantes adegang ratu dini.
- Bahasa Indonesia :
Sesudah
I Blanguyang mati Ida sang prabu ingat
akan dirinya yang telah membunuh I Blanguyang. Lalu Ida bingung tidak jelas
melihat keatas kebawah dan dilihatnya I Kelesih. I Kelesih langsung lari ke
rumahnya I Samong. I Kelesih pun menjadi ratu.
2.3.3 Latar
Ø Latar tempat
- di tengah hutan
- di rumah ida sang prabu
- di dapur
Ø Latar waktu
- di malam hari
Ø Latar Sosial
- adanya rapat
dalam hutan
2.3.4
Analisis Tema
Setelah di baca dan dipahami tema satua
ini menceritakan tentang perjuangan seekor binatang yang bernama I Kelesih
untuk membunuh anjing pemburu yang bernama I Blanguyang demi melindungi
kehidupan para binatang yang ada di hutan. Karena didalam ceritaa ini
mengisahkan kehidupan para binatang yang selalu diburu dan di bunuh oleh anjing
yang bernama I Blanguyang bersama majikannya Ida Sang Prabu (kehidupan
Binatang)
2.3.5 Analisis Amanat
·
Nilai yang terkandung
dalam kutipan satua di atas adalah nilai sosial yaitu menyelesaikan masalah
dengan musyawarah dan kebersamaan. Pada kalimat : “Sawireh sesai buka aketo
dadi sangkep lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja
ada len mula ia I Samong rajan burone” Artinya, karena sering seperti itu, maka
rapatlah kemudian semua binatang, sebagai pemimpin rapat itu tidaklah ada lain
memang dia I Samong rajanya binatang.
·
mengandung nilai kepahlawanan karena walaupun kekuatannya kalah, namun ia
tetap berani melawan musuh dengan kecerdikannya.
Pada kalimat : “Kacrita ada kone Kelesih intil-intil tur matur teken I
Samong, “ Ratu Sang Prabu tititang misadia ngamiletin sewamarane punika,
sakewanten sida tan sida antuk titiang taler druweyang.” Artinya, diceritakan
ada teringgiling melangkah dan berkata kepada I Samong, “ Ratu Sang Prabu, saya
bersedia mengikuti sayembara itu, akan tetapi apabila saya tidak bisa maafkan
juga”.
·
mengandung nilai
pendidikan karena menceritakan suatu penyesalan akan datang setelah kejadian
buruk menimpa seseorang. Oleh karena itu, maka berpikirlah dengan matang
sebelum melakukan sesuatu.
Pada kalimat: “Disubane I Blanguyang mati wau Ida Sang Prabu eling ring
raga kangen tekening I Blanguyang mati. Raris Ida makayun-kayun tur macingakan
majeng menek. Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida
Sang Prabu, sawireh asune padem.” Artinya, setelah I Blanguyang mati barulah
Ida Sang Prabu sadar diri ingat kepada I Blanguyang mati. Lalu Ida ingin
melihat ke atas Seperginya dia I Kelesih diceritakan sekarang sedih hati Ida
Sang Prabu karena anjingnya mati”
·
Mengandung nilai
moral, karena sebagai seorang raja hutan I Samong rela melepaskan jabatannya
sebagai raja karena sudah berjanji kepada I Kelesih apabila ia bisa membunuh I
Blanguyang. I Samong setia pada janjinya.
Pada kalimat : “Gelisan satua, nangkil ia I Kelesih teken I Samong,
sawireh I Kelesih suba nyidaang ngematiang I Blanguyang jani pantes adegang
ratu dini.” Artinya, singkat cerita, menghadap dia I Kelesih kepada I Samong,
karena I Kelesih sudah bias membunuh I Blanguyang sekarang pantas dijadikan
ratu disini.
·
mengandung nilai
pendidikan, karena menjelaskan mengenai cara mengobati orang yang tergigit
binatang berbisa.
Pada kalimat : “Ento makrana kayang jani yen ada anak gutgut lelipi wiadin
gencer tledu wiadin burone ane maupas raris kukun kelesih punika kanggen
pangarad munahang upase ane masuk ka dewek manusane.” Itulah sebabnya sampai
sekarang kalau ada orang digigit ular atau kalajengking ataupun binatang yang
berbisa maka kuku trenggiling digunakan penawar menghilangkan bisa yang masuk
ke dalam tubuh manusia.
2.4
Analisis Relasi Antar unsur
Keterkaitan unsur dalam satua tersebut adalah
Tokoh utama:
I
Kelesih
I
Blanguyang
Ida
Sang Prabu
I
Samong
Ib
|
Cara bercerita:
Orang Ketiga
|
Suasana: Formal dan Datar
|
Alur
|
Amanat:
Dalam
kehidupan ini, kita harus menghargai dan menjaga kehidupan makhluk hidup
(binantang) di dunia ini.
|
Tema : kehidupan binatang
|
Judul:
I Kelesih
|
Alur : Kronologis
|
Penokohan:
I
Kelesih :pemberani
I
Blanguyang : penurut dan pembunuh
Ida
Sang Prabu : cepat Marah
I
Samong : Bijaksana
|
Eksposisi:
Prabu
yang mengajak anjingnyaI Blanguyang berburu
|
Konflik:
I
Samong mengadakan sayembara untuk membunuh I Blanguyang
|
Klimaks:
I
Blanguyang menimpa makanan ida, dan Ida langsung membunuh I Blanguyang
Ø Ibu
tiri Luh Sari kembali memukul dn menyiksa Luh Sari
Ø Luh
sari pergi dari rumah
|
Deneouement:
Ida
prabu bingung, dan melihat I Kelesih Langsung lari
|
Latar tempat:
Di tengah hutan, di rumah,
dan didapur, dioatas pohon.
|
Latar social
adanya
rapat dalam hutan
|
Latar waktu
Malam Hari
|
Judul
3.1 Kesimpulan
Dari kaitan unsur-unsur prosa fiksi dalam kajian
strukturalisme yang berupa satua I Kelesih dalam analisis sarana dan analisis
tema cerita. dalam analisis sarana dapat
ditemukan judulnya yaitu I Kelesih, sudut pandang menggunakan kata orang
ketiga, memakai alur maju, latarnya di rumah ida sang prabu, pada malam hari,
dengan suasana yang gelap. Dan dalam analisis tema cerita dapat diangkat
tentang kehidupan para binatang yang resah karena adanya pemburu serta
terdapatnya amanat yang berisikan nilai-nilai, dan norma-norma kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja. James. 1984. Folklore Indonesia ilmu gossip dan
lain-lain. PT Grapiti Pers. Jakarta
Tingen. I Nengah. 2003. Satua-Satua Bali (XV). Toko Buku Indra
Jaya. Singaraja
http://wahyoesquares.blogspot.com/2011/05/analisis-satua-bali.html
http://wahyoesquares.blogspot.com/2011/05/analisis-satua-bali.html
LAMPIRAN SATUA
I KELESIH
Ada kone tuturan satua
di panegara Sunantara ada kone sang prabu kalintang kasub wibuhing bala jagate.
Ida madue asu asiki kawastanin I Blanguyang. Asune ento melah pesan gobene tur
andel kaanggen nyarengin ritatkala maboros. Apa kranane Ida sang prabu andel
ring asune ento, tusing ja ada len sawireh asune ento ngelah kotaman yening ia
ngongkong kipek kaja grubug sekancan burone kaja, yening ia ngongkong kipek kauh
grubug sekancan burone kauh, keto masi kipek ane lenan.
Ento makrana aluh
antuk Ida ngejuk buron ane suba kasakitin (grubug). Sawireh sesai buka aketo
dadi sangkep lantas burone makejang, pinaka pamucuk pasangkepane ento tusingja
ada len mula ia I Samong rajan burone. Jani kacritan suba makelo burone sangkep
masi tusing nyidang pragat, sawireh tusing ada bani bakal ngematiang I
Blanguyang. Ento makrana rajan burone I Samong mesuang sewamara. Kene
pasewamarane ento, “Nyen ja nyidaang ngematiang ia I Blanguyang bakal adegang
wake ratu dini di alase, kasungkemin ajak makejang.”
Sawatek burone makejang tusing ada bani ngisinin buka pamunyin sewarane ento. Kacrita ada kone Kelesih intil-intil tur matur teken I Samong, “ Ratu Sang Prabu tititang misadia ngamiletin sewamarane punika, sakewanten sida tan sida antuk titian taler druweyang.
Sawatek burone makejang tusing ada bani ngisinin buka pamunyin sewarane ento. Kacrita ada kone Kelesih intil-intil tur matur teken I Samong, “ Ratu Sang Prabu tititang misadia ngamiletin sewamarane punika, sakewanten sida tan sida antuk titian taler druweyang.
Masaut I Samong, “Nah
yen keto ja raos ibane Kelesih yen tuara sida baan iba kai tusing bakal
ngenkenan iba. Nah kema jani iba majalan.”
Gelisang satua teked I Kelesih sig purin Ida Sang Prabu sane nruweyang asu Blanguyang ento tur ngojog ka pawaregan. Ditu ia I Kelesih di nebe nyangkrut. Kacrita suba liwat sandikala Ida Sang Prabu jagi ngerayunang kairing antuk asune I Blanguyang. Ri sedek Ida ngrayunang, tumuli I Kelesih dengak-dengok uli di selagan raab nebe, ento makrana I Blangyang kecas-kecos. Tuara Ida nyingakin napi-napi, suba jani keto malih Ida ngrayunang. Buin kejepne buin I Kelesih dengak-dengok ane ngeranayang nyangetang gedegne I Blanguyang, nglaut ia makecog tegeh bakat tregaha rayunan Ida Sang Prabu kanti piring muah rayunane makacakan. Duka Ida Sang Prabu raris ngambil klewang lan sepega ia I Blanguyang pegat baongne lantas mati.
Gelisang satua teked I Kelesih sig purin Ida Sang Prabu sane nruweyang asu Blanguyang ento tur ngojog ka pawaregan. Ditu ia I Kelesih di nebe nyangkrut. Kacrita suba liwat sandikala Ida Sang Prabu jagi ngerayunang kairing antuk asune I Blanguyang. Ri sedek Ida ngrayunang, tumuli I Kelesih dengak-dengok uli di selagan raab nebe, ento makrana I Blangyang kecas-kecos. Tuara Ida nyingakin napi-napi, suba jani keto malih Ida ngrayunang. Buin kejepne buin I Kelesih dengak-dengok ane ngeranayang nyangetang gedegne I Blanguyang, nglaut ia makecog tegeh bakat tregaha rayunan Ida Sang Prabu kanti piring muah rayunane makacakan. Duka Ida Sang Prabu raris ngambil klewang lan sepega ia I Blanguyang pegat baongne lantas mati.
Disubane I Blanguyang
mati wau Ida Sang Prabu eling ring raga kangen tekening I Blanguyang mati.
Raris Ida makayun-kayun tur macingakan majeng menek. Wenten kaasi I Kelesih di
selagan nebe. Ngenggalang lantas I Kelesih malaib nuju sig I Samonge.
Sapatinggal ia I Kelesih kacritanan jani kasungsutan kayun Ida Sang Prabu,
sawireh asune padem.
Gelisan satua, nangkil
ia I Kelesih teken I Samong, sawireh I Kelesih suba nyidaang ngematiang I
Blanguyang jani pantes adegang ratu dini.Ento makrana kayang jani yen ada anak
gutgut lelipi wiadin gencer tledu wiadin burone ane maupas raris kukun kelesih
punika kanggen pangarad munahang upase ane masuk ka dewek manusane. Teka goak nyokcok kuud, satua bawak suba suud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar